Kamis, 28 Juli 2016 | By: Imam

Makalah Tafsir Tarbawi II (Klasifikasi Ilmu menurut Q.S. Al-‘Alaq: 1-5 dan Q.S. Al-Kahf: 65)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
          Pada hakikatnya, ilmu adalah salah satu sifat Allah, karena itulah Dia disebut dengan ‘Alim (Yang Maha Tahu). Dia adalah sumber utama ilmu. segala pengetahuan yang diperoleh manusia merupakan anugerah-Nya. Ilmu allah tiada terbatas, manusia hanya memperoleh sedikit saja daripada-Nya. Sedalam apapun pengetahuan manusia mengenai sesuatu, ia tetap saja terbatas karena keterbatasan pikiran dan potensi yang ada dalam jiwanya. Manusia merupakan makhluk pencari ilmu. Ilmu tersebut ia dapatkan melalui alam, wahyu yang tersurat  atau ilham. Oleh karena manusia adalah makhluk pencari ilmu, maka lahirlah beberapa pendapat tentang cabang-cabang ilmu atau biasa disebut dengan klasifikasi ilmu. Dengan adanya ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang klasifikasi ilmu, maka bertambah kuatlah bertambah kuatlah pembahasan yang akan kami kaji dalam makalah ini mengenai klasifikasi ilmu.

1.2. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah yanng akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a.       Bagaimana Pengertian Ilmu ?
b.      Bagaimana Klasifikasi Ilmu menurut Qs.Al-‘alaq:1-5 dan Qs.Al-kahf:65 ?
c.       Bagaimana Hubungan Klasifikasi Ilmu terhadap pendidikan ?

1.3. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.       Untuk Mengetahui dan Memahami Pengertian Ilmu.
b.      Untuk Mengetahui dan Memahami Klasifikasi Ilmu Menurut Qs.Al-‘alaq:1-5 dan Menurut Qs.Al-kahf:65.
c.       Untuk Mengetahui dan Memahami Hubungan Klasifikasi Ilmu terhadap pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa arab, yaitu ‘alima. Secara harfiah, ilmu dapat diartikan mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu atau memahami hukum yang berlaku atas sesuatu. Secara esensial isi ilmu hanya kumpulan teori, tetapi sebenarnya secara lengkap isi suatu ilmu ialah penjelasan tentang teori itu serta kadang-kadang ada juga data yang mendukung penjelasan itu. Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.

2.2. Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Alaq : 3-5 dan Qs. Al-Kahf : 65
2.2.1. Ayat dan Terjemahannya
a.       Qs. Al-Alaq :1-5

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُ (٣) الَّذِى عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ (٥)

Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
b.      Qs. Al-Kahf : 65

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا اَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (٦٥)

“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.

2.2.2. Tafsir dan Penjelasannya
            Allah berfirman, Iqra’ wa rabbukal-akram menegaskan tentang Tuhan Yang Mulia. Rasulullah dibimbing untuk membaca dengan nama Allah yang Maha Mulia, yang merupakan sumber pengetahuan. Kemudian dalam ayat yang ke-4 Allah menerangkan bahwa Dia menyediakan kalam sebagai alat untuk menulis, sehingga tulisan itu menjadi penghubung antar manusia walaupun mereka berjauhan tempat. sebagaimana mereka berhubungan dengan  perantaraan lisan. Kalam sebagai benda padat yang tidak dapat bergerak dijadikan alat informasi dan komunikasi, maka apakah sulitnya bagi Allah menjadi Nabi-Nya sebagai manusia pilihan-Nya bisa membaca, berorientasi dan dapat pula mengajar. Allah menyatakan bahwa Dia menjadikan manusia dari 'Alaq lalu diajarinya berkomunikasi dengan perantaraan kalam. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu.”
            Pernyataan ini menyatakan bahwa manusia diciptakan dari sesuatu bahan hina dengan melalui proses, sampai kepada kesempurnaan sebagai manusia sehingga dapat mengetahui segala rahasia sesuatu, maka seakan-akan dikatakan kepada mereka, "Perhatikanlah hai manusia bahwa engkau telah berubah dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling mulia, hal mana tidak mungkin terjadi kecuali dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.
            Kemudian berlanjut keayat 5, Allah menambahkan keterangan tentang limpahan karunia- Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah menjadikan Nabi-Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikan Nabi-Nya pandai membaca. Dialah Tuhan yang mengajar manusia bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia lebih utama dari pada binatang- binatang, sedangkan manusia pada permulaan hidupnya tidak mengetahui apa-apa. Ayat ini sebagai bukti bahwa manusia yang dijadikan dari benda mati yang tidak berbentuk dan tidak berupa dapat dijadikan Allah menjadi manusia yang sangat berguna dengan mengajarinya pandai menulis, berbicara dan mengetahui semua macam ilmu yang tidak pernah diketahuinya.
            Allah pun berfirman dalam surah Al-kahf ”Lalu mereka (Musa dan Muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba-hamba Kami, yang telah Kami anugerahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.
            Dijelaskan dalam tafsir jalalayn, (Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami) yaitu Khidhir (yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami) yakni kenabian, menurut suatu pendapat, dan menurut pendapat yang lain kewalian, pendapat yang kedua inilah yang banyak dianut oleh para ulama (dan yang telah Kami ajarkan kepadanya dari sisi Kami) dari Kami secara langsung (ilmu). Lafal 'ilman menjadi Maf'ul Tsani, yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masalah-masalah kegaiban.
            Berdasarkan ayat di atas bahwa dilihat dari cara memperolehnya, ilmu terbagi dua yaitu :
1.     Ilmu ladunni yaitu ilmu yang diperoleh tanpa usaha manusia seperti wahyu, ilham, intuisi, firasat manusia yang suci jiwanya  atau faktor kebetulan yang dialami oleh ilmuwan yang tekun dll. sebagaimana diisyaratkan pada QS Al-Kahfi ayat 65 dan Al-‘Alaq ayat 5.
2.     Ilmu kasbi yaitu ilmu yang diperoleh karena memakai alat atau atas dasar usaha manusia. Allah mengisyaratkan dengan firmannya Q.S. Al-‘Alaq ayat 4.

            Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya. Disamping itu, perlu dikemukakan bahwa manusia memiliki naluri haus pengetahuan, sebagaimana telah ditemukan Rasulullah dalam sebuah haditsnya“ Ada 2 keinginan yang tidak pernah terpuaskan yaitu keinginan menuntut ilmu dan keinginan mencari harta”
            Yang perlu diusahakan adalah mengarahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan hidup, bukan untuk merusak dan membahayakan umat manusia. Pengarahnya adalah agama dan moral yang selaras dengan ajaran agama. Disinilah letak hubungan antara agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ( iptek ) yang bersumber dari akal dan penalaran manusia.
            Akal menghasilkan ilmu, dan ilmu berkembang dalam masa keemasan sejarah Islam. Agar dapat dipelajari dengan baik dan benar. Sebagian klasifikasi ilmu itu asli dan berpengaruh, tetapi sebagian lagi hanyalah pengulangan klasifikasi sebelumnya yang kemudian dilupakan orang. Pada massa Al-Farabi, Al-Gazali, Qutubuddin telah berhasil mengklasifikasikan ilmu Islam menjadi beberapa bagian. Ketiga tokoh tersebut adalah orang-orang pendiri terkemuka aliran intelektual dan mereka tumbuh dan berkembang dalam periode-periode penting sejarah Islam.
            Adapun mereka telah mengklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yakni:
1.      Menurut Al-Farabi, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :
a.       Ilmu Bahasa
b.      Ilmu Logika
c.       Ilmu Matematis
d.      Ilmu Metafisika
e.       Ilmu Politik, Ilmu Fiqih dan Ilmu Kalam.

2.      Menurut Al-Gazali, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :
a.       Ilmu teoritis dan ilmu praktis
                                    Ilmu teoritis adalah ilmu yang menjadikan keadaan-keadaan yang wujud diketahui sebagaimana adanya. Sedangkan ilmu praktis berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia untuk memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
b.      Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai
                        Ilmu yang dihadirkan adalah bersifat langsung, serta merta, suprarasional (diatas atau diluar jangkauan akal), intuitif (berdasar bisikan hati), dan kontemplatif (bersifat renungan). Ilmu ini biasa disebut dengan ilmu ladunni. Ilmu yang dicapai adalah ilmu yang dicapai oleh akal pikiran manusia (ilmu insani).
c.       Ilmu keagamaan dan ilmu intelektual
                                    Ilmu Keagamaan adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dari para nabi, tidak hadir dari akal, pikiran manusia biasa. Ilmu intelektual adalah berbagai ilmu yang dicapai atau diperolek melalui kemampuan intelek (daya atau kecerdasan berpikir).
d.      Ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah
                        Ilmu fardu ‘ain merujuk pada kewajiban agama yang mengikat setiap muslim dan muslimah. Sedangkan Ilmu fardu kifayah  lebih kepada hal-hal yang merupakan perintah ilahi yang bersifat mengikat komunitas (kelompok orang) muslim dan muslimat menjadi satu kesatuan.
3.      Menurut Qutubuddin Al-Syirazi, perincian klasifikasinya yakni:
a.       Ilmu-ilmu filosofis ( kefilsafatan )
b.      Ilmu-ilmu nonfilosofi adalah ilmu-ilmu religius atau termasuk dalam ajaran wahyu.

2.3. Hubungan Klasifikasi Ilmu dengan Pendidikan
            Mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap insan. Namun, ilmu apakah yang hendaknya kita cari dan gali ? sedangkan ilmu Allah itu luar biasa banyaknya. Menurut surah Al-alaq ayat 3-5 dan Al-kahf ayat 65, ilmu itu ada 2 macam jika dilihat dari cara memperolehnya. Yaitu ilmu ladunni dan ilmu kasbi. Dari penjelasan tersebut, kita mendapat gambaran bahwa kita harus berusaha untuk terus mencari ilmu, karena ilmu ladunni tidak diperuntukkan untuk semua insan.  Namun, ilmu Allah sangatlah banyak dan luas. Dengan demikian, kita hendaknya mendalami ilmu yang kita butuhkan seperti halnya ilmu tauhid, ilmu alam, ilmu ushul, ilmu akhlaq/hati, dan ilmu fiqih. Karena ilmu-ilmu tersebut merupakan acuan dasar untuk kita sebelum kita memahami ilmu-ilmu lainnya.
            Jika dikaitkan dengan proses pendidikan saat ini, kedua ayat diatas sangat relevan. Karena dalam pendidikan formal, kita bukan hanya diajarkan mengenai ilmu-ilmu intelektual tetapi kita juga diajarkan untuk memahami ilmu-ilmu agama. Hal ini telah terealisasikan dengan adanya pesantren, MI, MTS, MAN, bahkan sampai perguruan tinggi pun masih diberikan pembekalan agama. Bahkan bukan hanya sekolah-sekolah dibawah naungan kementrian agama, tetapi sekolah-sekolah seperti SD, SMP, SMA/SMK pun tetap dibekali pendidikan agama.
            Disamping itu, pendidikan intelektualnya pun diasah dan dipersiapkan serta diajarkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga dengan adanya pengklasifikasian ilmu ini, kita bisa lebih mudah memahami sedikit dari banyaknya ilmu Allah dengan cara yang sistematis. Sehingga, potensi yang telah diberikan oleh Allah bisa kita asah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dengan itu, kita bisa benar-benar menjadi seorang khalifah yang baik dimuka bumi ini.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa arab, yaitu ‘alima. Secara harfiah, ilmu dapat diartikan mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu atau memahami hukum yang berlaku atas sesuatu. Sebagai insan di dunia ini, kita diwajibkan untuk mencari ilmu karena hanya dengan ilmu kemudahan akan kita dapat dalam meniti jalan kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Allah menjelaskan dalam QS.Al-‘alaq ayat 3-5 dan QS.Al-kahf ayat 65 bahwa  ilmu itu bisa diperoleh dari dua cara yaitu ilmu ladunni yang diperoleh tanpa usaha dan ilmu kasbi yang diperoleh dengan usaha melalui alat dan sebagainya.
             Dengan adanya pengklasifikasian ilmu ini, kita bisa lebih mudah memahami sedikit dari banyaknya ilmu Allah dengan cara yang sistematis. Sehingga, potensi yang telah diberikan oleh Allah bisa kita asah sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dengan itu, kita bisa benar-benar menjadi seorang khalifah yang baik dimuka bumi ini.

3.2. Kritik dan Saran
            Penulis memohon maaf atas segala kehilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

0 komentar:

Posting Komentar