Rabu, 27 Juli 2016 | By: Imam

Makalah Hadits Tarbawi II (Hakikat Pendidikan)



BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
          Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi kita sedang berinteraksi aktif di dalamnya. Kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa dalam proses menuju kedewasaannya, setiap manusia melalui tahap pendidikan ini. ‎ ‎
            Agama Islam merupakan agama yang sempurna, agama yang dibawa Nabi Muammad ini diajarkan melalui mukjizat yang berupa teks al-Qur’an, al-Qur’an merupakan teks rujukan dan pedoman bagi ummatnya dalam seluruh aspek kehidupan termasuk pendidikan. Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang tidak menyebutkan makna secara “gamblang” dan jelas, penjelasan dari ayat tersebut diperoleh melalui penjelasan Hadits Nabi yang kemudian disebut sebagai teks utama setelah al-Qur’an. Sebenarnya agama Islam sangat mengutamakan proses pendidikan, hal tersebut dapat dilihat dari lima ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam surat al-‘Alaq. Banyak juga hadits yang menjelaskan tentang pentingnya pendidikan bagi manusia. Namun sebagai dua teks utama, ummat Islam seringkali lupa akan ajaran-ajaran yang dijelasknnya.

2. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalahnya adalah :
a.       Bagaimana Pengertian Hakikat Pendidikan ?
b.      Bagaimana Hakikat Pendidikan Menurut Persfektif Hadits ?

3. Tujuan
            Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah :
a.       Untuk Mengetahui Pengertian Hakikat Pendidikan.
b.      Untuk Memahami Hakikat Pendidikan Menurut Persfektif Hadits.


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hakikat Pendidikan
            Sebelum kita memahami pengertian hakikat pendidikan, alangkah baiknya kita pahami dulu pengertian pendidikan. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Sedangkan hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global.

2. Hakikat pendidikan Menurut Persfektif Hadits

مَنْ اَرَادَالدَّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَالْأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
(رواه البخارى ومسلم)

“Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu”
(HR. Bukhori dan Muslim)

            Selain itu, Rosulullah juga menegaskan bahwa setiap individu muslim baik pria maupun wanita berkewajiban mengenyam pendidikan yang baik dan layak, sebagaimana yang disabdakan oleh Baginda Nabi SAW :
عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ :
قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Dari Anas bin Malik beliau berkata : Rasulullah Saw bersabda : Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim. (HR. Ibn Majah)

            Berdasarkan hadits diatas, kita dapat mengetahui dan memahami bahwa menuntut ilmu sangatlah penting bagi kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Karena hanya dengan ilmu, hidup kita menjadi terarah. Bahkan menurut Firman Allah dalam surah Al Mujadalah ayat 11, derajat kita akan ditinggikan ketika kita mempunyai ilmu. Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sempurna yang dikaruniai akal dan merupakan potensi dasar yang bersifat tersembunyi. Sehingga manusia membutuhkan pendidikan agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi ini.

            Adapun hadits lain yang menyatakan tentang hakikat pendidikan adalah sebagai berikut :

حَدَّثَنَا نَصْرُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُاللَّهِ ابْنُ دَاوُدَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ رَجَاءِبْنِ حَيْوَةَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ جَمِيْلٍ عَنْ كَثِيْرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ : كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ اَبِي الدَّرْدَاءِ فِيْ مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَاَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا اَبَا الدَّرْدَاءِ اَتَيْتُكَ مِنَ الْمَدِيْنَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيْثٍ بَلَغَنِيْ اَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،قَالَ : فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ ؟ قَالَ :لاَ، قَالَ : وَلاَ جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ؟ قَالَ : لاَ، قَالَ فَاِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَنْ سَلَكَ طَرِيْقً يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ طَرِيْقًا اِلَى الْجَنَّةْ...

“Telah disampaikan kepada kami oleh Nasr bin ‘Aly al-Jahdamy, Telah disampaikan kepada kami oleh ‘Abd Allah bin Dawud, dari ‘Asim bin Raja’ bin Haywah, dari Dawud bin Jamil, dari Kathir bin Qays, dia berkata suatu ketika aku duduk bersama Abu al-Darda’ di Masjid Damaskus, Sesorang datang kepadanya dan berkata: ‘wahai Abu al-Darda’ aku datang kepadamu dari Madinah kota Nabi Saw untuk mendaptkan sebuah hadits yang kamu dengarkan dari Rasulullah Saw, Abu al-Darada’ berkata : Jadi kamu datang bukan untuk berdagang? Orang itu menjawab: Bukan, Abu al-Darda berkata: dan bukan pula selain itu ? orang itu menjawab: Bukan, Abu al-Darda’ berkata: Sesungguhnya kau pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga....”

            Hadits yang dikaji dalam makalah ini merupakan salah satu diantara sekian banyak hadits Rasulullah Saw. Baik dalam bentuk qawliyyah, fi’liyyah  maupun taqririyyah dimana beliau Saw sebagai seorang yang ummy (buta baca tulis) memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu dan pendidikan. Beliau mengangkat derajat dan sangat memuliakan para pemilik ilmu, kemudian beliau menerapkan nilai-nilai etika yang harus dipedomani oleh orang yang berilmu. Ini menunjukkan bagaimana sunnah Rasulullah Saw telah terlebih dahulu menciptakan kaidah paling akurat dan nilai-nilai pendidikan paling agung, yang kebanyakan manusia bahkan dari kalangan kaum muslimin sendiri beranggapan bahwa nilai-nilai pendidikan itu adalah hasil ciptaan alam modern yang dalam istilah Nashr Hamid Abu Zaid "intaj al-tsaqafy".
                Pada hadis tersebut terkandung anjuran dan pahala yang sangat besar bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu melalui berbagai media pendidikan, bahkan Rasulullah Saw memberikan garansi kemudahan mencapai surga bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu. Nilai penting lainnya dari memahami hadits di atas adalah bahwa dalam meniti jalan menuntut ilmu terdapat proses pendewasaan jasmani dan rohani yakni bahwa selain tujuan filosofis terdapat pula tujuan insidental yaitu meningkatkan kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan spiritual, sebab dalam meniti jalan menuntut ilmu dibutuhkan ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan-kesulitan dalam belajar, Sebab kesuksesan seorang penuntut ilmu terletak dalam kesabarannya menghadapi berbagai bentuk kesulitan, kesusahan, dan keletihan dalam mengarungi proses pendidikan. Seluruh bentuk kesulitan yang dihadapi  oleh penuntut ilmu merupakan proses pendewasaan jasmani dan rohani. Dalam al-Qur'an Allah Swt mengisahkan tentang perjalanan Nabi Musa as bersama dengan pembantunya untuk mendapatkan ilmu dari Nabi Khidhr as.
                Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa makna dari kata thariqan dan ‘ilman dalam hadits tersebut adalah bahwa setiap manusia hendaknya memanfaatkan seluruh media pendidikan yang dapat membantu untuk mendapatkan ilmu utamanya ilmu agama secara bertahap dan berkesinambungan dengan tetap mengedepankan keikhlasan dan kesabaran dalam meniti proses pendidikan baik formal maupun non-formal, dan kemudahan meniti jalan menuju surga dapat dipahami bahwa ilmu dapat membantu memberikan kemudahan dalam mengamalkan amal-amal shaleh yang dapat dengan mudah pula menghantarkan menuju surga Allah Swt.

            Adapun sanad yang akan diteliti adalah sanad Ibn Majah denga No. Hadis 223. Sebagai berikut:
            Ibn Majah dia bernama lengkap Muhammad bin Yazid al-Rub’y Abu ‘Abd Allah bin Majah al-Qazwiny al-Hafidh, pemilik karya al-Sunan dan memiliki banyak karya tulis dia mendengarkan dan mengambil hadis dari banyak guru di berbagai kota seperti Khurasan, Iraq, Hijaz, Mesir, Sham dan sebagainya diantara salah satu gurunya yang banyak tersebut adalah Nashr bin ‘Aly al-Jahdamy, dia lahir pada tahun 209 H dan wafat pada tahun 273 H pada umur 97 tahun.
                  Nashr bin ‘Aly al-Jahdhamy dia bernama lengkap Nashr bin ‘Aly bin Shubhan al-Azdy al-Jahdhamy Abu ‘Amr al-Bashry. Wafat tahun 250 H. Para kritikus hadis menilainya sebaggai periwayat yang tsiqah (Ingatan yang tajam).
                  Setelah melakukan studi terhadap seluruh individu periwayat hadis sebagaimana yang terdapat dalam sanad Ibn Majah sebagaiman yang termaktub dalam sunan-nya dengan No. Hadis 223 baik dari sisi ‘adalah (keadilan) maupun dhabth (kapasitas intelektual), tampak bahwa terdapat tiga orang periwayat dengan predikat dha’if (lemah) mereka adalah; ‘Ashim bin Raja’ (periwayat 4), Dawud bin Jamil (periwayat 5), dan Katsir bin Qays (periwayat 6).
                  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sanad Ibn Majah tersebut adalah sanad yang dha’if disebabkan karena ke-dha’if-an tiga periwayat dalam sanadnnya. Tetapi apabila seluruh sanad hadis dikumpulkan, maka sanad Ibn Majah dapat naik tingkatan derajatnya menjadi hasan li ghairihi karena adanya syahid dari riwayat Abu Hurairah dan adanya mutabi’ dari jalur sanad lainnya, terlebih lagi hadis tersebut diriwayatkan oleh Muslim dari para periwayat dengan derajat periwayatan tertinggi yakni tsiqat tsabt. Karena sanad hadis yang diteliti terangkat derajatnya dari da’if menjadi hasan li ghairihi, maka dapat dilakukan studi terhadap matan (redaksi) hadis.
                  Dari hasil studi baik sanad maupun matan di atas penulis menyimpulkan bahwa hadits yang diteliti bila ditinjau dari sisi sanadnya adalah sanad dengan kualitas hasan li ghairihi, sementara dari sisi matan atau redaksinya adalah hadits dengan kualitas shahih baik lafadh maupun maknanya.

3. Penerapan Hadits Hakikat Pendidikan dalam Kehidupan Saat Ini
            Melihat kondisi saat ini, hadits diatas sangat sesuai dan relevan, karena masyarakat mulai menyadari akan pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan pemerintah pun telah memfasilitasinya. Seperti halnya penetapan kurikulum pendidikan yang telah disusun sesuai dengan kebutuhan kita. Dengan ilmu, manusia bisa lebih bernilai dan berwibawa. Sebaliknya, tanpa ilmu yang didapat dari proses pendidikan, manusia tidak dapat melaksanakan aktifitasnya dengan baik menurut ajaran islam. Pendidika tidak harus dilakukan dalam konteks formal, karena pendidikan bisa terjadi dalam konteks semi formal dan non formal. Dalam artian, pendidikan bukan hanya bisa dilakukan di sekolah, tetapi bisa juga dilakukan di rumah, di tempat kursus, di masyarakat dan lain sebagainya.

BAB III
PENUTUP 
KESIMPULAN
Hakikat pendidikan adalah menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Selain dalam Al-Qur’an, hakikat pendidikan juga dijelaskan dalam berbagai hadits. Yang mengatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang wajib bagi setiap muslim. Dalam kehidupan saat ini, hadits yang telah disebutkan sangat relevan karena masyarakat telah menyadari akan pentingnya pendidikan. Sehingga mereka berbondong-bondong untuk belajar. Pemerintah pun telah memfasilitasi pendidikan tersebut.


KRITIK DAN SARAN
Penulis memohon maaf atas segala kehilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

1 komentar:

naglerlamartina mengatakan...

Casino in New Jersey: Free to play and deposit $10
Now, this casino might be in the early 양산 출장마사지 stages of a long-term success, as it 문경 출장안마 has no deposit and is operated by Caesars Entertainment. The 공주 출장안마 company also provides 과천 출장샵 online 충청남도 출장안마

Posting Komentar